Penulis :R.Agus Syaefuddin
Era Orde baru runtuh dan berganti dengan era reformasi. Salah satu tujuannya adalah menghapus tradisi KKN ( Kolusi, Korupsi, Nepotisme) dan menghilangkan tradisi penyalahgunaan wewenang.
Itulah salah satu tujuan lahirnya era reformasi.
Sayangnya, perubahan yang diharapkan mampu menuju perubahan yang hakiki, pada kenyataannya hingga saat ini KKN dan penyalahgunaan wewenang masih tumbuh subur di Republik Indonesia.
Betapa tidak, masih banyak para penguasa atau pemangku kebijakan yang para pembantunya masih ada tali persaudaraan, baik yang sifatnya sepupu maupun keponakan maupun persaudaraan lainnya.
Hal tersebut tidak usah diperdebatkan dengan beradu dalih, karena realitanya memang demikian dan seakan itu sebuah pembenaran dengan berbagai alibi yang dimiliki.
Salah satu contoh yang sangat nyata namun seakan hal yang biasa, terjadi dalam pemerintahan desa.
Pemimpin Desa yang akrab di telinga kita dengan sebutan kepala desa atau kuwu, yang tidak sedikit para pembantunya atau perangkat desa masih ada tali persaudaraan, walaupun tidak secara langsung ( Anak ataupun orang tua) ironisnya, para pembantunya tersebut menduduki jabatan yang sangat vital dalam pemerintahan desa, semisal Sekretaris Desa yang dijabat oleh keponakan atau sepupu, Bendahara atau kasi keuangan dijabat saudara terdekatnya, hingga para pembantu lainnya, hingga bisa diartikan sebagian perangkat desa adalah mereka yang masih ada tali persaudaraan.
Dengan kenyataan tersebut, maka jangan aneh jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan kebijakan maupun anggaran, seakan terjadi pembiaran bahkan saling menutupi atau melindungi
Sama halnya dengan kebijakan atau kewenangan kuwu atau kepala desa yang kerap disalah gunakan.
Ironisnya, tidak berhenti sampai di perangkat desa sekelas Sekretaris hingga para lugu atau kasi, iklim KKN terjadi pada lembaga desa lainnya, dari mulai Pengurus BUMdes, LPM hingga lembaga lainnya, disisi oleh orang-orang terdekat Kuwu atau yang masih ada ikatan persaudaraan.
Sebetulnya KKN itu tidak bermasalah jika para pelakunya memang mempunyai kemampuan sesuai tugas dan tanggung jawab yang diemban plus pengalaman kerja yang sudah terlihat nyata, sayangnya walaupun tidak memiliki pengalaman kerja terlebih bukti nyata kinerjanya, asalkan orang dekat penguasa kebijakan, semuanya bisa diatur.
Penyalahgunaan wewenang hingga penggunaan anggaran kerap menimbulkan persoalan yang diakibatkan oleh salah satunya adalah kekerabatan yang selalu mendukung apa yang dilakukan atasan karena adanya kedekatan atas nama saudara atau kerabat.
Penulis mencoba untuk menuangkan beberapa aturan dan mekanisme tentang tata kelola pemerintahan desa yang bisa dilakukan dengan mentaati aturan.
Aturan pengangkatan perangkat desa di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan, antara lain:
-PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang kemudian diubah dengan PP No. 43 Tahun 2014 dan PP No. 11 Tahun 2019.
- Permendagri No. 84 Tahun 2015* tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
Berikut beberapa poin penting terkait pengangkatan perangkat desa:
- Kriteria Calon Perangkat Desa:
- Warga Negara Indonesia
- Berdomisili di desa yang bersangkutan
- Memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai
- Memiliki pengalaman kerja yang relevan
- Memiliki integritas dan moralitas yang baik
- Proses Seleksi: Proses seleksi perangkat desa harus dilakukan secara transparan dan objektif, dengan mempertimbangkan kompetensi dan kualifikasi calon.
- Pengangkatan: Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Larangan Pengangkatan Perangkat Desa:
- Hubungan Keluarga: Tidak boleh ada hubungan keluarga yang dekat antara Kepala Desa dan perangkat desa, seperti suami/istri, ayah/ibu, anak, kakak/adik, mertua, menantu.
- Konflik Kepentingan: Perangkat desa tidak boleh memiliki konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi kinerja mereka.
Tujuan dari aturan pengangkatan perangkat desa adalah untuk memastikan bahwa perangkat desa memiliki kompetensi dan integritas yang baik, serta dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan efektif dan efisien.
Dalam aturan tersebut tidak dituangkan larangan yang lebih mengikat, seperti keponakan, sepupu, atau masih ada ikatan saudara dekat, hingga celah tersebut dijadikan sebuah pembenaran untuk mengangkat perangkat walau masih ada ikatan persaudaraan namun tidak tertuang dalam aturan yang sudah ditetapkan.
Yang tidak kalah penting adalah adanya keterbukaan informasi publik yang kerap sulit diperoleh karena dampak adanya persaudaraan antara kuwu dan pembantunya, sementara dalam ketentuannya sudah jelas diatur.
Aturan keterbukaan informasi publik di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan, antara lain:
1.Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
2. Peraturan Komisi Informasi (KI) No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Berikut beberapa poin penting terkait keterbukaan informasi publik:
1. Hak Masyarakat: Masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi publik yang akurat, tepat waktu, dan tidak diskriminatif.
2. Kewajiban Badan Publik: Badan publik, termasuk pemerintah desa, memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi publik yang diminta oleh masyarakat.
3. Jenis Informasi Publik: Informasi publik dapat berupa dokumen, data, atau informasi lainnya yang dimiliki oleh badan publik.
4. Prosedur Permintaan Informasi: Masyarakat dapat mengajukan permintaan informasi publik secara tertulis atau lisan, dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh badan publik.
5. Batasan Informasi: Terdapat beberapa jenis informasi yang dikecualikan dari keterbukaan informasi publik, seperti informasi yang berkaitan dengan keamanan nasional, rahasia dagang, atau informasi pribadi.
Tujuan dari aturan keterbukaan informasi publik adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat.
Hal diatas sangat penting untuk diterapkan, guna menghindari terjadinya mis informasi, terlebih tentang anggaran yang diterima desa, dan dipergunakan untuk apa saja.
Semoga niat reformasi ini benar-benar nyata tanpa saling debat untuk mempertahankan asumsi dan kebenaran dengan mengesampingkan norma dan aturan yang sudah jelas.